BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Pada dasarnya
pendidikan adalah suatu proses perubahan atau pendewasaan, baik dalam bentuk
formal maupun informal, kedua sistem itu pada hakikatnya mempunyai satu tujuan
yaitu untuk membentuk manusia seutuhnya, dalam hal ini pengajaran suatu proses yang berfungsi untuk membimbing siswa di dalam kehidupannya yakni
membimbing siswa sesuai dengan tugas-tugas perkembang dan harus dijalani oleh
para siswa.
Jika dilihat secara
umum jelas tampak bahwa manusia yang hidup dan berkembang merupakan manusia yang selalu mengalami perubahan dan perubahan itu merupakan perubahan yang lahir karena hasil proses pembelajaran. Perkembangan yang dimaksud adalah seperti
kecakapan, sikap, pengetahuan, keterampilan,
bahkan meliputi segenap aspek pribadi.
Selain itu proses pembelajaran juga harus melibatkan lembaga pendidikan
karena proses pembelajaran dengan lembaga pendidikan adalah suatu keterkaitan
di dalam interaksi humanisme untuk menciptakan suasana saling butuh dan
membutuhkan. Apabila keduanya ini butuh dan membutuhkan pada proporsi
keharusan, berarti suasana interaksi pendidikan ”proses pembelajaran” telah difungsikan
sebagai suatu bentuk sarana untuk menciptakan manusia yang terampil sesuai dengan
tujuan lembaga pendidikan yang di maksudkan, karena suatu
lembaga pendidikan merupakan standar sebagai tujuan maka pendidikan yang terkait dengan beberapa unsur di dalamnya menjadi kewajiban
bersama untuk menciptakan suasana saling membutuhkan.
Untuk melibatkan
unsur-unsur yang terkait dalam suatu lembaga pendidikan
memang suatu pekerjaan sangat rumit dalam merumuskan jawabannya. Pendidik dan
siswa sebagai suatu unsur yang sangat penting pada lembaga
pendidikan, kedua unsur itu adalah variabel utama untuk mengukur suatu ke
berhasilan atau ketidak berhasilan, Sebab bagaimanapun juga antara pendidik dan
siswa perlu suatu dukungan ”kebutuhan diantara keduanya”. (Ahmad Sabri, 2007 :
15).
Oleh karena itu
persoalan yang di hadapi untuk menjawab tantangan
pendidikan adalah mencari solusi untuk mencapai kreativitas siswa dengan
demikaian sistem yang dapat di gunakan dalam proses pembelajaran adalah Penerapan
Pendekatan Inkuiri karna dapat mengembangkan kemampuan berpikir siswa. Suatu
catatan sehingga perlunya metode yang tepat dalam proses pembelajaran,yaitu :
1.
Mengingat informasi yang lebih maju
menuntut kita lebih tanggap menguasai lebih
cepat dan aktual fenomena yang berkembang.
2.
Lewat informasi dan perkembangan zaman membuat manusia tidak sabar dalam menghadapi
tantangan dunia. Dan berbagai alasan-alasan lain yang membimbing manusia ke arah yang lebih maju
bahkan ada yang menggiring manusia kejurang perbudakan. persoalan-persoalan
inilah yang harus di selesaikan dengan cara diskusi dan melihat atau mengingat
fenomena yang terjadi pada masa rasulullah. Dengan diskusi ini dapat
meningkatkan kreativitas manusia secara umum, karena siswa bagian dari
masyarakat maka paling tidak keterlibatan dalam fenomena yang di maksud diatas telah terwarnai bahkan mewarnai di dalamnya.
Gambaran umum di atas
telah menujukan adanya motivasi siswa dalam pendidikan. Untuk itu pendekatan
inkuiri sangat penting dalam meningkatkan motivasinya terutama pada sub pokok
bahasan interaksi sosial maka Penerapan Pendekatan Inkuiri mempunyai akses akomodatif untuk meningkakan pengetahuan siswa. Namun
kajian dalam Penerapan Pendekatan Inkuiri bukanlah satu-satunya sistem dalam
meningkatkan kreativitas siswa, melainkan sejumlah metode-metode yang lain,
yang dapat memacu siswa untuk berprestasi dan berkreatif. Dalam hal ini Penerapan
Metode Inkuiri diprioritaskan pada sub pokok bahasan interaksi sosial. Dengan demikian orientasi
kreativitas siswa di MAN 2 Kota
Bima untuk menilai efektivitas belajar
dapat di lakukan melalui Penerapan Pendekatan Inkuiri.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka penulis dapat
merumuskan masalah Yaitu Bagaimanakah Penerapan metode pembelajaran inkuiri dapat
meningkatkan hasil belajar sosiologi pokok bahasan interaksi sosial siswa kelas
X-1 di MAN 2 Kota Bima?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini mengacu kepada permasalahan dan telah
dikemukakan di atas, yaitu :
Untuk mendeskripsikan penerapan metode inkuiri dalam meningkatkan hasil
belajar siswa pada mata pelajaran sosiologi pokok bahasan interaksi sosial kelas X-1 di MAN 2
Kota Bima tahun pelajaran 2011-2012.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, antara lain :
1.
Dapat menambah
wawasan keilmuan penulis setelah
melakukan penelitian.
2.
Sebagai bahan masukan bagi pengelola pendidikan di MAN
2 Kota Bima.
3.
Sebagai bahan acuan dalam mengembangkan pendidikan dan
ilmu pengetahuan pada umumnya serta ilmu sosiologi pada khususnya.
E.
Hipotesis
Tindakan
Dengan penerapan metode inkuiri pada mata pelajaran sosiologi pokok bahasan interaksi sosial dapat
meningkatkan hasil belajar siswa
kelas X-1 MAN 2 Kota Bima.
F.
Ruang Lingkup
Penelitian
a.
Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di MAN
2 Kota Bima Jln. Wolter Monginsidi No. 02 Kelurahan Sarae Kota Bima.
b.
Objek Penelitian
Yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah Penerapan metode inkuiri untuk meningkatkan hasil belajar sosiologi
pokok bahasan interaksi sosial siswa
kelas X-1 MAN 2 Kota Bima tahun pelajaran 2011-2012.
c.
Subjek Penelitian
Subjek
dalam penelitian ini adalah siswa kelas X-1 MAN
2 Kota Bima Tahun Pelajaran 2011-2012.
G.
Definisi
Istilah
Untuk memudahkan pembahasan terhadap berbagai
istilah yang dipergunakan dalam penulisan skripsi ini, maka perlu dikemukakan
penjelasan mengenai pengertian dan batasan sebagai berikut:
1.
Metode inkuiri dalam penelitian ini
ialah suatu metode pembelajaran yang mampu menempatkan siswa sebagai subjek belajar
yang aktif, yang menuntun siswa untuk menyadari dan memproses pengalaman
belajar menjadi suatu yang bermakna dalam kehidupan nyata, melalui
langkah-langkah pembelajaran yaitu merumuskan masalah, merumuskan hipotesis,
mendeskripsikan definisi masalah, menguji hipotesis, dan membuat kesimpulan.
2.
Hasil belajar ialah kemampuan-kemampuan
yang dimiliki siswa setelah siswa menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar
mencakup kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik
3.
Penerapan metode inkuiri dalam
meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran Sosiologi pokok bahasan
interaksi sosial ialah penerapan metode pembelajaran pada mata pelajaran
pelajaran Sosiologi yang menempatkan siswa sebagai subjek belajar yang aktif
melalui langkah-langkah pembelajaran yaitu merumuskan masalah, merumuskan
hipotesis, mendeskripsikan definisi masalah, menguji hipotesis, dan membuat
kesimpulan, sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa
3) Konsep-konsep
dalam masalah adalah konsep-konsep yang sudah diketahui terlebih dahulu oleh
siswa.
CONOH SKRIPSI PENDIDIKANlai terhadap hasil-hasil belajar yang
dicapai siswa dengan kriteria tertentu, Hal ini mengisyaratkan bahwa objek yang
dinilainya adalah hasil belajar siswa. Hasil belajar siswa pada hakikatnya
adalah perubahan tingkah laku. Tingkah laku sebagai hasil belajar dalam
pengertian yang luas mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotorik. Oleh
sebab itu, dalam penilaian hasil belajar rumusan kemampuan dan tingkah laku
yang diinginkan dikuasai siswa (kompetensi) menjadi unsur penting sebagai dasar
dan acuan penilaian. Penilaian proses pebelajaran adalah upaya memberi nilai
terhadap kegiatan belajar mengajar yang dilakukan oleh siswa dan guru dalam mencapai
tujuan-tujuan pengajaran (Surya Dharma, 2011).
Dengan
hasil penilaian yang diperoleh guru akan dapat mengetahui siswa-siswa mana yang
sudah berhak melanjutkan pelajarannya karena sudah berhasil menguasai bahan,
maupun mengetahui siswa-siswa yang belum berhasil menguasai bahan. Dengan
petunjuk ini guru dapat lebih memusatkan perhatiannya kepada siswa-siswa yang
belum berhasil. Apalagi jika guru tahu akan sebab-sebabnya, ia akan memberikan
perlakuan yang lebih teliti sehingga keberhasilan selanjutnya dapat diharapkan
(Suharsimi Arikunto, 1986: 6).
Penilaian
hasil belajar siswa disini dapat diketahui melalui evaluasi. Evaluasi artinya
penilaian terhadap tingkat keberhasilan siswa mencapai tujuan yang telah
ditetapkan dalam sebuah program. Padanan kata evaluasi adalah assessment yang
menurut Tardif (1989) berarti proses penilaian untuk menggambarkan prestasi
yang dicapai seorang siswa sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan (Muhibin
Syah, 2006: 141).
Dalam
sistem pendidikan nasional rumusan hasil belajar banyak menggunakan klasifikasi
hasil belajar dari Benyamin Bloom yang secara garis besar membaginya menjadi
tiga ranah, yakni:
1.
Ranah kognitif
Ranah
kognitif berkenaan dengan hasil belajar yang terdiri dari enam aspek yakni
pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan
evaluasi. Aspek pertama, kedua dan ketiga termasuk kognitif tingkat rendah,
sedangkan aspek keempat, kelima dan keenam termasuk kognitif tingkat tinggi.
Ranah kognitif
meliputi:
a. Pengetahuan,
yaitu kemampuan untuk mengingat tentang hal yang telah dipelajari dan tersimpan
dalam ingatan.
b. Pemahaman,
mencakup kemampuan menangkap arti dan makna tentang hal-hal yang dipelajari.
c. Penerapan,
mencakup kemampuan menerapkan metode dan kaidah untuk menghadapi masalah yang
nyata dan baru.
d. Analisis,
mencakup kemampuan merinci suatu kesatuan kedalam bagian-bagian sehingga
srtuktur keseluruhan dapat dipahami dengan baik.
e. Sintesis,
mencakup kemampuan membantu suatu pola baru.
f. Evaluasi, mencakup kemampuan membentuk
pendapat tentang beberapa hal berdasarkan kriteria tertentu.
2.
Ranah afektif
Ranah
afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni penerimaan,
jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi. Ranah
psikomotoris berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan
bertindak (Surya Dharma, 2011).
Hasil belajar
ranah afektifterdiri atas lima kategori sebagai berikut:
a.
Reciving/attending, yakni kepekaan dalam
menerima rangsangan (stimulasi) dari luar yang datang kepada dirinya dalam
bentuk masalah, situasi, gejala, dll. Dalam tipe ini termasuk kesadaran, untuk
menerima stimulus, keinginan untuk melakukan kontrol dan seleksi terhadap
rangsangan dari luar.
b.
Responding atau jawaban, yakni reaksi
yang diberikan oleh seseorang terhadap stimulasi yang datang dari luar. Hal ini
mencakup ketetapan reaksi, kedalaman perasaan, kepuasan merespon, tanggung
jawab dalam memberikan respon terhadap stimulus dari luar yang datang pada
dirinya.
c.
Valuing berkenaan dengan nilai atau
kepercayaan terhadap gejala atau stimulus yang diterimanya. Dalam hal ini
termasuk kesediaan menerima nilai, latar belakang atau pengalaman untuk
menerima nilai dan kesepakatan terhadap nilai tersebut.
d.
Organisasi, yakni pengembangan dari nilai ke
dalam satu sistem organisasi, termasuk hubungan satu nilai dengan nilai lain,
pemantapan dan prioritas nilai yang telah dimilikinya.
e.
Internalisasi nilai, yakni keterpaduan semua
sistem nilai yang telah dimiliki seseorang yang mempengaruhi pola kepribadian
dan tingkah lakunya.
3.
Ranah psikomotorik
Hasil
belajar psikomotorik tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan
kemampuan bertindak. Menurut Surya Dharma Ada enam tingkatan keterampilan,
yakni:
a.
Gerak refleks (keterampilan pada gerakan yang
tidak sadar).
b.
Keterampilan pada gerakan dasar.
c.
Kemampuan perseptual, termasuk di dalamnya
membedakan visual, membedakan auditif, motoris, dan lain-lain.
d.
Kemampuan di bidang fisik, misalnya kekuatan,
keharmonisan dan ketepatan.
e.
Gerak-gerak skill, mulai dari keterampilan
sederhana sampai pada keterampilan yang kompleks.
f.
Kemampuan yang berkenaan dengan komunikasi
non-decursive seperti gerakan ekspresif dan interpreatif (Surya Dharma, 2011).
Dari
ketiga ranah diatas yaitu kognitif, afektif dan juga psikomotorik saling
berkaitan dalam menentukan atau mengukur keberhasilan siswa. Akan tetapi dalam
penelitian ini yang paling berperan dalam menilai hasil belajar siswa dengan
metode inkuiri adalah dilihat dari ranah psikomotorik. Karena disini siswa
dituntut untuk aktif dalam kelompok dengan kemampuan psikomotorik yang dimiliki
siswa dapat menunjukkan kemampuannya dan keterampilannya. Kemampuan tersebut
bisa berupa dalam hal bertanya, mengungkapkan pendapatnya, memecahkan masalah
berdasarkan bahan yang diperoleh, berinteraksi dengan guru dan juga dalam
berkelompok.
C.
Ruang Lingkup Pokok Bahasan Interaksi Sosial
1.
Pengertian Interaksi Sosial
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,
interaksi sosial didefinisikan sebagai hal saling melakukan aksi, berhubungan,
atau saling mempengaruhi. Dengan demikian, interaksi sosial adalah hubungan
timbal balik (sosial) berupa aksi saling mempengaruhi antara individu dan
individu, antara individu dan kelompok, serta antara kelompok dan kelompok
(Maryati & Suryawati, 2007: 56). Sementara itu Gilin mengartikan interaksi
sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antarindividu, individu dan
kelompok, atau antar kelompok.
Di dalam hubungan tersebut, individu atau kelompok bekerja sama atau
berkonflik, melakukan interaksi, baik formal atau tidak formal, langsung atau
tidak langsung. Beberapa contoh interaksi sosial adalah kerja sama antara
anggota satu tim sepak bola dalam sebuah pertandingan (hubungan kerja sama), debat
antara calon Presiden dalam memperebutkan kursi Presiden (hubungan konflik),
perbincangan atau diskusi antara kepala bagian dan bawahan di sebuah kantor
(hubungan formal), tawar menawar antara pembeli dan penjual di pasar (hubungan
informal).
Di dalam interaksi, salah satu pihak memberikan stimulus atau aksi dan
pihak lain memberikan respons atau reaksi. Hal ini berbeda dengan hubungan
manusia dan benda mati. Contohnya, ketika seorang ibu sedang mendongeng kepada
anaknya. Anak yang mendengarkan akan membayangkan isi dongeng yang dituturkan
dan terkadang mengajukan pertanyaan-pertanyaan. Hal ini berbeda dengan kegiatan
membanting gelas saat kita marah. Gelas yang dibanting tidak akan merasakan
apapaun, gelas tidak akan marah, atau akan membalas perbuatan kita.pada saat
itu tidak terjadi interaksi sosial karena gelas tidak member reaksi apapun
kepada kita. Dengan demikian, menurut Charles P. Loomis dalam (Maryati &
Suryawati, 2007: 56), sebuah hubungan bias disebut interaksi sosial jika
memiliki ciri-ciri berikut:
1. Jumlah
pelaku dua orang atau lebih.
2. Adanya
komunikasi antarpelaku dengan menggunakan simbol atau lambing.
3. Adanya
suatu dimensi waktu yang meliputi masa lalu, masa kini, dan masa yang akan datang.
4. Adanya
tujuan yang hendak dicapai sebagai hasil dari interaksi tersebut.
2.
Syarat
Terjadinya Interaksi Sosial
Menurut Soerjono Soekanto, interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi
tanpa adanya dua syarat, yaitu kontak sosial dan komunikasi.
a.
Kontak
Sosial
Kata “kontak” (inggris: “contact”)
berasal dari bahasa Latin con atau cum yang artinya bersama-sama dan tangere yang artinya menyentuh. Jadi,
kontak berarti bersama-sama menyentuh. Dalam pengertian sosiologi, kontak
sosial tidak selalu terjadi melalui hubungan fisik, sebab orang bisa orang
dapat melakukan kontak dengan pihak lain tanpa menyentuhnya, misalnya bicara
melalui telepon, radio, atau surat elektronik.
Menurut (Maryati & Suryawati,
2007: 57) kontak sosial memiliki sifat-sifat sebagai berikut:
1. Kontak
sosial dapat bersifat positif atau negatif. Kontak sosial positif mengarah pada
suatu kerja sama, sedamgkan kontak sosial negatif mengarah pada suatu
pertentangan atau konflik.
2. Kontak
sosial dapat bersifat primer atau sekunder. Kontak sosial primer terjadi
apabila peserta interaksi bertemu muka secara langsung. Sementara itu, kontak
sekunder dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung.
b.
Komunikasi
Komunikasi merupakan syarat terjadinya interaksi sosial. Hal terpenting
dalam komunikasi yaitu adanya kegiatan saling menafsirkan perilaku
(pembicaraan, gerakan-gerakan fisik, atau sikap) dan perasaan-perasaan yang
disampikan.
Ada lima unsur pokok dalam komunikasi. Kelima unsur tersebut adalah
sebagai berikut:
1. Komunikator,
yaitu orang yang menyampaikan pesan, perasaan, pikiran kepada pihak lain.
2. Komunikan,
yaitu orang atau sekelompok orang yang dikirimi pesan, pikiran atau perasaan.
3. Pesan,
yaitu sesuatu yang disampaikan oleh komunikator. Pesan dapat berupa informasi,
instruksi, dan perasaan.
4. Media,
yaitu alat untuk menyampaikan pesan. Media komunikasi dapat berupa lisan,
tulisan, gambar, dan film.
5. Efek,
yaitu perubahan yang diharapkan terjadi pada komunikan, setelah mendapatkan
pesan dari komunikator (Maryati & Suryawati, 2007: 57).
Ada tiga tahap penting dalam proses komunikasi. Ketiga tahap tersebut
adalah sebagai berikut:
1. Encoding.
Pada tahap ini, gagasan atau program yang akan di komunikasikan diwujudkan
dalam kalimat atau gambar. Dalam tahap ini, komunikator harus memilih kata,
istilah, kalimat, dan gambar yang mudah dipahami oleh komunikan. Komunikator
harus menhindari kode-kode yang membingunkan komunikan.
2. Penyampaian.
Padatahap ini, istilah atau gagasan sudah diwujudkan dalam bentuk kalimat dan
gambar disampaikan. Penyampaian dapat berupa lisan, tulisan, dan gabungan dari
keduanya.
3. Decoding. Pada
tahap ini dilakukan proses mencerna dan memahami kalimat serta gambar yang
diterima menurut pengalaman yang dimiliki (Maryati & Suryawati, 2007: 58).
Interaksi sosial sendiri menjadi salah satu kajian penting dalam
sosiologi. Beberapa tokoh sosiologi (sosiolog) mengkhususkan diri dalam
melakukan studi terhadap interaksi sosial. Untuk mempelajarai interaksi sosial,
sosiolog menggunakan pendekatan tertentu yang dikenal dengan istilah perspektif
interaksionis (interactionist perspective).
Salah satu pendekatan yang terkenal dalam perspektif interaksionis adalah
interaksionisme simbolik. Kata
“simbolik” mengacu pada penggunaan simbol-simbol dalam interaksi. Simbol
adalah sesuatu yang diberi nilai dan makna oleh penggunanya. Dengan demikian,
simbol yang sama dapat memiliki makna yang berbeda-beda bagi setiap orang.
Menurut Herbert Blumer dalam (Maryati & Suryawati, 2007: 58), ada
tiga pokok pikiran interaksi simbolik, yaitu act, thing, dan meaning. Seseorang
bertindak (act) terhadap sesuatu (thing) berdasarkan arti sesuatu itu bagi
dirinya (meaning). Misalnya tindakan
(act) orang Hindu di India terhadap sapi (thing), berbeda dengan tindakan orang
islam terhadap sapi. Karena makna sapi (meaning) bagi kedua orang itu berbeda.
Menurut orang Hindu di India, sapi adalah binatang suci, sedangkan menurut
orang islam tidak.
3.
Faktor
– Faktor Pendorong Interaksi Sosial
Interaksi sosial kelihatannya sederhana. Orang bertemu lalu berbicara
atau sekedar bertatap muka. Padahal sebenarnya interaksi sosial merupakan suatu
proses yang cukup kompleks. Interaksi ini dilandasi oleh beberapa faktor
psikologi, yaitu imitasi, sugesti, identifikasi, dan empati. Faktor-faktor itu
dapat berdiri sendiri–sendiri, atau dapat juga bersama-sama berfungsi sebagai
dasar terjadinya interaksi sosial. Hal itu tergantung situasi dan kondisinya.
a.
Imitasi
Imitasi adalah suatu tindakan meniru orang lain. Imitasi atau perbuatan
meniru dapat dilakukan dalam bermacam-macam bentuk. Misalnya, gaya bicara, tingkah
laku, adat dan kebiasaan, pola pikir, serta apa saja yang dimiliki atau
dilakukan seseorang (Maryati & Suryawati, 2007: 61)
Namum demikian, dorongan seseorang untuk meniru orang lain tidaklah
berjalan dengan sendirinya. Perlu ada sikap menerima, sikap mengagumi, dan
sikap menjunjung tinggi apa yang akan di imitasi itu. Menurut Dr. A.M.J. Chorus
dalam (Maryati & Suryawati, 2007: 61), ada syarat yang harus dipenuhi dalam
mengimitasi , yaitu adanya minat atau perhatian terhadap obyek atau subyek yang
akan ditiru, serta adanya sikap menghargai, mengagumi, dam memahami sesuatu
yang akan ditiru.
Imitasi mempunyai peranan yang sangat penting dalam proses interaksi
sosial. Interaksi dapat mendorong seseorang untuk mematuhi norma-norma dan
nilai-nilai yang berlaku di masyarakat.
b.
Sugesti
Sugesti berlangsung, apabila seseorang memberi pandangan atau sikap yang
dianutnya, lalu diterima oleh orang lain. Biasanya, sugesti muncul ketika si
penerima sedang dalam kondisi tidak netral sehingga tidak dapat berfikir
rasional (Maryati & Suryawati, 2007: 62). Segala anjuran atau nasihat yang
diberikan langsung diterima dan diyakini kebenarannya. Pada umumnya, sugesti
berasal dari hal-hal berikut:
1. Orang
yang beribawa, karismatik, atau punya pengaruh terhadap yang disugesti,
misalnya orangtua, cendekiawan, atau ulama.
2. Orang
yang memiliki kedudukan yang lebih tinggi dari yang disugesti, misalnya
penjabat negaraatu direktur perusahaan.
3. Kelompok
mayoritas terhadap kelompok minoritas. Misalnya dalam suatu rapat OSIS, ada
seseorang yang berpendapat berbeda terhadap suatu masalah. Tetapi karena semua
teman-teman setuju, maka ia pun mengubah pendapatnya.
4. Reklame
atau iklan di media massa. Contoh, iklan yang menggambarkan suatu deterjen
mampu menghilangkan noda dalam hitungan detik dapat menggiring pendengar atau
penonton untuk membeli produk itu karena terpengaruh. (Maryati & Suryawati,
2007: 62).
c.
Identifikasi
Identifikasi merupakan kecenderungan atau keinginan seseorang untuk
menjadi sama dengan pihak lain (meniru secara keseluruhan). Identifikasi
sifatnya lebih mendalam dibandingkan imitasi karena dalam proses identifikasi,
kepribadian seseorang bisa terbentuk. Orang melakukan identifikasi karena
seringkali memerlukan tipe ideal tertentu dalam hidupnya.
Proses identifikasi dapat berlangsung secara sengaja adan tidak sengaja.
Meskipun tanpa sengaja, orang yang mengidentifikasi tersebut benar-benar
mengenal orang yang ia identifikasi sehingga sikap atau pandangan yang
diidentifikasi benar-benar meresap ke dalam jiwanya.
d.
Simpati
Simpati merupakan suatu proses dimana seseorang merasa tertarik kepada
pihak lain. Melalui proses simpati, orang merasa dirinya seolah-olah berada
dalam keadaan orang lain dan merasakan apa yang dialami, dipikirkan, atau
dirasakan orang lain tersebut. Dalam proses ini perasaan memegang peran penting
walaupun alasan utamanya adalah rasa ingin memahami dan bekerja sama dengan
orang lain. Contoh, ketika ada tetangga yang tertimpa musibah, kita ikut
merasakan kesedihannya dan berusaha untuk membantunya. Pada umumnya simpati
lebih banyak terlihat pada hubungan teman sebaya, hubungan ketetanggaan, atau
hubungan pekerjaan.
e.
Empati
Empati merupakan simpati mendalam yang dapat mempengaruhi kejiwaan dan
fisik seseorang. Contohnya, seorang ibu merasa kesepian ketika anaknya sekolah
di luar kota. Ia selalu rindu dan memikirkan anaknya tersebut sehingga jatuh
sakit.
Faktor-faktor yang diuraikan di atas (imitasi, sugesti, identifikasi,
simpati, empati) merupakan faktor minimal yang menjadi dasar proses interaksi
sosial. Simpati, empati, dan identifikasi lebih dalam pengaruhnya, namum
prosesnya agak lambat jika dibandingkan dengan sugesti dan imitasi. Sugesti dan
imitasi pengaruhnya kurang mendalam, namum prosesnya berlangsung cepat. Kelima
faktor tersebut, cenderung berasal dari satu pihak individu atau bersifat
psikologis.
4.
Hubungan
Antara Keteraturan Sosial dan Interaksi Sosial
Kita telah mempelajari bahwa dalam interaksi sosial terjadi kontak dan
komunikasi antara seorang individu dan individu lain, individu dan kelompok,
atau kelompok dan masyarakat. Dari kontak dan komunikasi ini dapat menghasilkan
keteraturan sosial namum tidak jarang juga menghasilkan konflik sosial.
Keteraturan sosial dicapai bila dalam interaksi sosial, setiap individu
melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan peran yang dimilikinya. Setiap
individu melaksanakan perannya sesuai nilai dan norma yang dianut
masyarakatnya. Sebaliknya, konflik sosial akan terjadi jika tidak melaksanakan
hak dan kewajibannya kepada orang lain dan menerima haknya dari orang lain.
Sebaliknya, konflik sosial akan terjadi jika individu tidak melaksanakan hak
dan kewajibannya kepada orang lain. Singkatnya, ia tidak berperilaku sesuai
nilai dan norma masyarakat. Berkembangnya keteraturan sosial tidak akan terjadi
dengan sendirinya. Keteraturan itu harus diusahakan oleh setiap warga.
Keteraturan sosial merupakan hubungan yang selaras dan serasi antara interaksi
sosial, nilai sosial, dan norma sosial. Artinya hak dan kewajiban
direalisasikan dengan nilai dan norma atau tata aturan yang berlaku.
Namum demikian, keteraturan sosial bukanlah berarti kestatisan karena
masyarakat pada dasarnya tidaklah statis. Masyarakat membutukan perubahan agar
bisa maju. Untuk itu, diperlukan nilai, norma atau aturan yang dapat
mengendalikan peraturan tersebut. Dengan demikian, perubahan yang terjadi tidak
akan mengarah pada kekacauan tetapi keteraturan baru atau kemajuan.
Menurut proses terbentuknya, keteraturan sosial terjadi melalui
tahap-tahap berikut.
1. Tertib
sosial (social order) yaitu kondisi
kehidupan suatu masyarakat yang aman, dinamis, dan teratur dimana setiap
individu bertindak sesuai dengan kewajibannya.
2. Order
yaitu sistem norma dan nilai sosial yang berkembang, diakui, dipatuhi oleh
seluruh anggota masyarakat. Contoh, adat istiadat yang dijadikan sebagai
pedoman dalam kehidupan warganya, peraturan-peraturan yang menjadi pedoman
tertib sekolah, dan peraturan yang ada dalam lingkungan RT atau RW. Order dapat
dicapai apabila ada tata tertib sosial dimana setiap individu melaksanakan hak
dan kewajibannya.
3. Keajegan
yaitu suatu kondisi keteraturan yang tetap dan tidak berubah sebagai hasil dari
hubungan antara tindakan, nilai, dan norma sosial yang berlangsung secara terus
menerus. Keajegan bisa terwujud jika setiap individu telah melaksanakan hak dan
kewajibannya sesuai dengan sistem norma dan nilai sosial yang berkembang. Hal
itu dilaksanakan dengan konsisten sehingga terpelihara dalam tindakannya setiap
hari.
4. Pola
yaitu corak hubungan yang tetap atau ajeng dalam interaksi sosial yang dijadikan
model bagi semua anggota masyarakat atau kelompok. Pola dapat dicapai ketika
keajegan tetap terpelihara atau teruji dalam berbagai situasi. Sebgai contoh,
dalam menyelesaikan beberapa persoalan, masyarakat sebuah desa melakukannya
dengan cara bermusyawarah. Ternyata cara ini dapat menyelesaikan
persoalan-persoalan tersebut. Karena sudah teruji, maka masyarakat desa
menggunakan cara yang sama, yaitu musyawarah sebagai pola menyelesaikan setiap persoalan
yang terjadi di desa tersebut (Maryati & Suryawati, 2007: 74-75).
D.
Skema
Kerangka Pikir
Belajar dengan inkuiri berati belajar untuk memecahkan masalah yang
dipelajari. Jadi, inkuiri adalah suatu cara atau proses belajar melalui
penyelidikan dalam rangka menemukan masalah dan dipelajari dengan sistematis
dan disengaja. Pendekatan inkuiri bertitik tolak dari keyakinan dalam rangka
pengembangan siswa secara independen. Pengajaran dengan pendekatan inkuiri
mengharuskan siswa untuk menganalisis dan membuat kesimpulan sendiri dari apa
dan telah di alami.
Pengajaran pendekatan inkuiri khususnya dengan Penerapan Pendekatan
Inkuiri dapat meningkatkan kemampuan siswa berpikir untuk memecahkan masalah,
sehingga dapat meningkatkan motivasi siswa untuk belajar dan hasil belajarnya
juga meningkat.
Gambar 2.1 Skema Kerangka Pikir
Pendekatan Inkuiri
Siswa
Mendiskusikannya
|
Siswa Membuat
Kelompok
|
Guru Menerapkan
Metode Pendekatan Inkuiri
|
Siswa
Menyimpulkan
|
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A.
Rancangan Penelitian
Penelitian ini penulis mencoba meneliti tentang tindakan kelas (Classroom Action Researc) dengan
menggunakan dua tahap penyariangan atau siklus, setiap siklus terdapat empat
tahap, yaitu perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi dari keempat metode
tersebut diatas peneliti mengharapkan dapat memahami bagaimana kriteria
siswa dalam proses pelajaran diskusi
berlangsung.
1.
Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
Penelitian
tindakan kelas di bidang kependidikan, merupakan suatu hal yang familiar dan
sering di lakukan oleh para pendidik atau juga para calon pendidik. Penerapan
penelitian tindakan mulai di lakukan di Indonesia menjelang pertengahan tahun
1990-reflektif", sehingga penelitian tindakan kelas merupakan usaha yang
di lakukan cukup lama di Indonesia, tidak heran penelitian tindakan kelas,
banyak dilakukan di dalam kelas atau proses pembelajaran di kelas (Sarwiji
Suwandi, 2010: 8 ). Salah satu tujuan dari Penelitian tindakan kelas ialah
untuk meningkatkan hasil dan proses kegiatan pembelajaran di dalam kelas.
Penelitian
tindakan kelas ini juga berasal dari berbagai macam masalah yang terjadi di
dalam kelas, sebagaimana yang di ungkapkan oleh Sarwiji Suwandi bahwa
"Kegiatan penelitian berangkat dari permasalahan rill yang dihadapi oleh
guru dalam proses pembelajaran, kemudian direfleksikan alternatif pemecah masalah
dan ditindaklanjuti dengan tindakan-tindakan nyata yang terencana dan
terukur" (Sarwiji Suwandi, 2010:9). Ada berbagai macam masalah yang sering
terjadi di dalam kelas atau kegaiatan belajar dan mengajar di kelas, misalnya
motivasi belajar siswa yang rendah, hasil belajar siswa yang rendah, minat
belajar siswa yang rendah, partisipasi belajar siswa yang rendah, atau berbagai
macam masalah yang terjadi di dalam kelas. Sehingga kita memerlukan, untuk
melakukan identifikasi masalah sebelum melakukan tindakan kelas dan penelitian
tindakan kelas ini bertujuan untuk mengatasi masalah tersebut dan juga untuk
meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan proses kegiatan pembelajaran di
kelas. Yang diuntungkan dengan adanya penelitian tindakan kelas, tidak hanya siswa
namun juga guru. Karena guru akan menjadi termotivasi untuk mengembangkan
strategi pembelajaran untuk meningkatkan motivasi belajar siswa , partisipasi
siswa, serta proses dan hasil belajar di kelas menjadi lebih baik.
2.
Pengertian
Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
Penelitian
Tindakan Kelas atau Class Action Research dikenal dan ramai dibicarakan dalam
dunia pendidikan. Pertama kali diperkenalkan oleh ahli psikologi sosial Amerika
bernama Kurt Lewin pada tahun 1946. Inti gagasan Lewin inilah yang selanjutnya
dikembangkan oleh para ahli lain seperti Stephen Kemmis, Robin Mc Tanggart,
John Elliot, Dave Ebbutt, dan sebagainya.
Menurut
Suharsimi Arikunto "istilah PTK dalam bahasa Inggris adalah Classroom
Action Reseacrh ( CAR ), dari namanya sudah menunjukan isi yang terkandung di
dalamnya, yaitu sebuah kegiatan penelitian yang dilakukan di kelas"
(Suharsimi Arikunto, 2008: 2). Selanjutnya Suharsimi Arikunto menerangkan,
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dibentuk dari 3 kata, yang memiliki pengertian
sebagai berikut:
1.
Penelitian,
menunjuk pada suatu kegiatan mencermati suatu objek dengan menggunakan cara dan
aturan metodologi tertentu untuk memperoleh data atau informasi yang bermanfaat
dalam meningkatkan mutu suatu hal yang menarik minat dan penting bagi peneliti.
2.
Tindakan,
menunjuk pada sesuatu gerak kegiatan yang sengaja dilakukan dengan tujuan
tertentu. Dalam penelitian berbentuk rangkaian siklus kegiatan untuk siswa.
3.
Kelas, adalah
sekelompok siswa yang dalam waktu yang sama, menerima pelajaran yang sama dari
guru yang sama pula. (Suharsimi Arikunto, 2008:
2-3).
Dari
ketiga kata di atas dapat disimpulkan bahwa PTK merupakan suatu pencermatan
terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan, yang sengaja dimunculkan dan
terjadi dalam sebuah kelas secara bersama. Tindakan tersebut diberikan oleh
guru atau dengan arahan dari guru yang dilakukan oleh siswa.
Penelitian
Tindakan Kelas (PTK) adalah penelitian
yang dilakukan oleh guru di kelasnya sendiri melalui refleksi diri dengan
tujuan untuk memperbaiki kinerjanya sehingga hasil belajar siswa meningkat
(Zainal Aqib, 2008:3)
Selanjutnya
Kemmis dan Taggart menyatakan penelitian tindakan adalah suatu penelitian
refleksif diri kolektif yang dilakukan oleh peserta-pesertanya dalam situasi
sosial untuk meningkatkan penalaran dan keadilan praktek pendidikan dan praktek
sosial mereka, serta pemahaman mereka terhadap praktek-praktek itu dan terhadap
situasi tempat dilakukan praktek-praktek tersebut (Kemmis dan Taggart, 1988:5).
Kemmis dan Taggart memandang, bahwa penelitian ini dilakukan secara kolektif
untuk memperbaiki praktek yang mereka lakukan dimana perbaikan dilakukan
berdasarkan refleksi diri.
2.
Karakteristik
Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
Sebagai
paradigma sebuah penelitian tersendiri, jenis PTK memiliki karakteristik yang
relatif agak berbeda jika dibandingkan dengan jenis penelitian yang lain,
misalnya penelitian naturalistik, eksperimen survei, analisis isi, dan
sebagainya. Jika dikaitkan dengan jenis penelitian yang lain PTK dapat
dikategorikan sebagai jenis penelitian kualitatif dan eksperimen. PTK
dikatagorikan sebagai penelitian kualitatif karena pada saat data dianalisis
digunakan pendekatan kualitatif, tanpa ada perhitungan statistik. Dikatakan
sebagai penelitian eksperimen, karena penelitian ini diawali dengan
perencanaan, adanya perlakuan terhadap subjek penelitian, dan adanya evaluasi
terhadap hasil yang dicapai sesudah adanya perlakuan.
Ditinjau
dari karakteristiknya, PTK setidaknya memiliki karakteristik antara lain: (1)
didasarkan pada masalah yang dihadapi guru dalam instruksional; (2) adanya
kolaborasi dalam pelaksanaannya; (3) penelitian sekaligus sebagai praktisi yang
melakukan refleksi; (4) bertujuan memperbaiki dan atau meningkatkan kualitas
praktek instruksional; (5) dilaksanakan dalam rangkaian langkah dengan beberapa
siklus (Akhmad Sudrajat, 2008).
Menurut
Richart Winter ada enam karekteristik PTK, yaitu (1) kritik reflektif, (2)
kritik dialektis, (3) kolaboratif, (4) resiko, (5) susunan jamak, dan (6)
internalisasi teori dan praktek (Winter, 1996). Untuk lebih jelasnya, berikut
ini dikemukakan secara singkat karakteristik PTK tersebut.
1.
Kritik Refeksi;
salah satu langkah di dalam penelitian kualitatif pada umumnya, dan khususnya
PTK ialah adanya upaya refleksi terhadap hasil observasi mengenai latar dan
kegiatan suatu aksi. Hanya saja, di dalam PTK yang dimaksud dengan refleksi
ialah suatu upaya evaluasi atau penilaian, dan refleksi ini perlu adanya upaya
kritik sehingga dimungkinkan pada taraf evaluasi terhadap perubahan-perubahan.
2.
Kritik
Dialektis; dengan adanya kritik dialektif diharapkan penelitian bersedia
melakukan kritik terhadap fenomena yang ditelitinya. Selanjutnya peneliti akan
bersedia melakukan pemeriksaan terhadap: (a) konteks hubungan secara menyeluruh
yang merupakan satu unit walaupun dapat dipisahkan secara jelas, dan, (b)
Struktur kontradiksi internal, -maksudnya di balik unit yang jelas, yang
memungkinkan adanya kecenderungan mengalami perubahan meskipun sesuatu yang
berada di balik unit tersebut bersifat stabil.
3.
Kolaboratif; di
dalam PTK diperlukan hadirnya suatu kerja sama dengan pihak-pihak lain seperti
atasan, sejawat atau kolega, mahasiswa, dan sebagainya. Kesemuanya itu
diharapkan dapat dijadikan sumber data atau data sumber. Mengapa demikian? Oleh
karena pada hakikatnya kedudukan peneliti dalam PTK merupakan bagian dari
situasi dan kondisi dari suatu latar yang ditelitinya. Peneliti tidak hanya
sebagai pengamat, tetapi dia juga terlibat langsung dalam suatu proses situasi
dan kondisi. Bentuk kerja sama atau kolaborasi di antara para anggota situasi
dan kondisi itulah yang menyebabkan suatu proses dapat berlangsung. Kolaborasi
dalam kesempatan ini ialah berupa sudut pandang yang disampaikan oleh setiap
kolaborator. Selanjutnya, sudut pandang ini dianggap sebagai andil yang sangat
penting dalam upaya pemahaman terhadap berbagai permasalahan yang muncul. Untuk
itu, peneliti akan bersikap bahwa tidak ada sudut pandang dari seseorang yang
dapat digunakan untuk memahami sesuatu masalah secara tuntas dan mampu
dibandingkan dengan sudut pandang yang berasal; dari berbagai pihak. Namun demikian
memperoleh berbagai pandangan dari pada kolaborator, peneliti tetap sebagai
figur yang memiliki ,kewenangan dan tanggung jawab untuk menentukan apakah
sudut pandang dari kolaborator dipergunakan atau tidak. Oleh karenanya, sdapat
dikatakan bahwa fungsi kolaborator hanyalah sebagai pembantu di dalam PTK ini,
bukan sebagai yang begitu menentukan terhadap pelaksaanan dan berhasil tidaknya
penelitian.
4.
Resiko; dengan
adanya ciri resiko diharapkan dan dituntut agar peneliti berani mengambil
resiko, terutama pada waktu proses penelitian berlangsung. Resiko yang mungkin
ada diantaranya (a) melesetnya hipotesis dan (b) adanya tuntutan untuk
melakukan suatu transformasi. Selanjutnya, melalui keterlibatan dalam proses
penelitian, aksi peneliti kemungkinan akan mengalami perubahan pandangan karena
ia menyaksikan sendiri adanya diskusi atau pertentangan dari para kalaborator
dan selanjutnya menyebabkan pandangannya berubah.
5.
Susunan Jamak;
pada umumnya penelitian kuantitatif atau tradisional berstruktur tunggal karena
ditentukan oleh suara tunggal, penelitinya. Akan tetapi, PTK memiliki struktur
jamak karena jelas penelitian ini bersifat dialektis, reflektif, partisipasi
atau kolaboratif. Susunan jamak ini berkaitan dengan pandangan bahwa fenomena
yang diteliti harus mencakup semua komponen pokok supaya bersifat komprehensif.
Suatu contoh, seandainya yang diteliti adalah situasi dan kondisi proses
belajar-mengajar, situasinya harus meliputi paling tidak guru, siswa, tujuan
pendidikan, tujuan pembelajaran, interaksi belajar-mengajar, lulusan atau hasil
yang dicapai, dan sebagainya.
6.
Internalisasi
Teori dan Praktik; Menurut pandangan para ahli PTK bahwa antara teori dan
praktik bukan merupakan dua dunia yang berlainan. Akan tetapi, keduanya
merupakan dua tahap yang berbeda, yang saling bergantung, dan keduanya
berfungsi untuk mendukung tranformasi. Pendapat ini berbeda dengan pandangan
para ahli penelitian konvesional yang beranggapan bahwa teori dan praktik
merupakan dua hal yang terpisah. Keberadaan teori diperuntukkan praktik, begitu
pula sebaliknya sehingga keduanya dapat digunakan dan dikembangkan bersama
(Akhmad Sudrajat, 2008)
Berdasarkan
uraian di atas, jelaslah bahwa bentuk PTK benar-benar berbeda dengan bentuk
penelitian yang lain, baik itu penelitian yang menggunakan paradigma kualitatif
maupun paradigma kuantitatif. Oleh karenanya, keberadaan bentuk PTK tidak perlu
lagi diragukan, terutama sebagai upaya memperkaya khasanah kegiatan penelitian
yang dapat dipertanggungjawabkan taraf keilmiahannya.
3.
Manfaat PTK
Penelitian
Tindakan Kelas (PTK) mempunyai manfaat yang cukup besar, baik bagi guru,
pembelajaran, maupun bagi sekolah.
1.
Manfaat PTK
bagi Guru
Bagi
guru, PTK mempunyai beberapa manfaat sebagai berikut :
a)
PTK dapat
dimanfaatkan oleh guru untuk memperbaiki pembelajaran yang dikelolanya karena
memang sasran akhir PTK adalah perbaikan pembelajaran. Perbaikan ini akan
menimbulkan rasa puas bagi guru karena ia sudah melakukan sesuatu untuk
meningkatkan kualitas pembelajaran yang dikelolanya.
b)
Dengan
melakukan PTK guru dapat berkembang secara profesional karena dapat menunjukkan
bahwa ia mampu menilai dan memperbaiki pembelajaran yang dikelolanya. Dengan
perkataan lain, guru mampu menunjukkan otonominya sebagai pekerja profesional.
c)
PTK membuat
guru lebih percaya diri. Jika PTK mampu membuat guru berkembang sebagai pekerja
profesional, maka sebagai konsekuensinya, PTK juga mampu membuat guru lebih
percaya diri. Guru yang mampu melakukan analisis terhadap kinerjanya sendiri di
dalam kelas sehingga menemukan kekuatan serta kelemahan dan kemudian
mengembangkan alternatif untuk mengatasi kelemahannya.
d)
Melalui PTK
guru mendapat kesempatan untuk berperan aktif mengembangkan pengatahuan dan
keterampilan sendiri. Guru tidak hanya menrima hasil perbaikan yang ditemukan
orang lain, namun ia sendiri adalah perancang dan pelaku perbaikan tersebut.
2.
Manfaat PTK
bagi Pembelajaran/Siswa
PTK
mempunyai manfaat yang sangat besar bagi pembelajaran karena tujuan PTK adalah
memperbaiki praktrek pembelajaran dengan sasaran akhir memperbaiki hasil
belajar siswa. (Raka Joni, Kardiawarman, & Hadisubroto, 1998). Dengan
adanya PTK kesalahan dalam proses pembelajaran akan cepat dianalisi dan
diperbaiki, sehingga kesalahan tersebut tidak akan berlanjut. Jika kesalahan
dapat diperbaiki, hasil belajar siswa diharapkan akan meningkat. Sebaliknya
jika kesalahan dalam proses pembelajaran dibiarkan berlarut-larut maka guru
akan tetap mengajar dengan cara yang sama sehingga hasil pembelajaran siswapun
tepat sama.
3.
Manfaat PTK
bagi Sekolah
Sekolah
yang para gurunya sudah mampu membuat perubahan atau perbaikan mempunyai
kesempatan yang besar untuk berkembang pesat. Berbagai perbaikan akan dapat
diwujudkan seperti penanggulangan berbagai masalah belajar siswa, perbaikan
konsep, serta penanggulangan berbagai kesulitan belajar mengajar yang dialami
oleh guru. Disamping itu, pendekatan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang
dilakukan di kelas dapat dilaksanakan dalam pengelolaan kegiatan sekolah secara
keseluruhan. Selain itu PTK juga memberikan dampak yang positif terhadap
kemajuan sekolah yang tercermin dari meningkatkanya kemampuan profesional para
guru, perbaikan proses dan hasil belajar siswa serta kondusifnya iklim
pendidikan di sekolah tersebut
(Mudiartana, 2011).
4.
Syarat PTK
Penelitian
Tindakan Kelas merupakan satu cara untuk menumbuhkembangkan pembaruan yang
dapat meningkatkan atau memperbaiki hasil belajar siswa. Agar PTK dapat
dilangsungkan secara benar, berbagai kondisi harus dipenuhi. Kondisi tersebut antara
lain :
1.
Sekolah harus
memberikan kebebasan yang memadai bagi guru untuk melakukan PTK, berkolaborasi
dengan teman guru lainnya, dapat secara bebas meminta teman untuk menjadi
pengamat bagi kelasnya, dan bebas berdiskusi tentang kemajuan kelasnya, di samping
dapat menumbuhkan rasa saling mempercayai. Namun, kenyataan menunjukkan bahwa
birokrasi dan formalitas yang ada di sekolah tidak menunjang terjadinya itu
semua seperti yang diaungkapkan oleh Shumsky dan Holly (dalam McTaggart, 1991).
Kondisi ini tidak menunjang pelembagaan PTK di sekolah, sehingga PTK hanya
dianggap eksperimen sesaat saja.
2.
Birokrasi dan hierarki organisasi di sekolah
hendaknya diminimalkan. Sebaliknya yang harus ditumbuhkan dlah kolaborasi atau
kerjasama yang saling menguntungkan, serta pengambilan keputusan secara
bersama.
3.
Sekolah
semestinya selalu mempertanyakan apa yang diinginkan bagi sekolahnya. Jika
keinginan tersebut memang merupakan komitmen sekolah, maka PTK sebagai satu
bentuk inovasi di sekolah akan dapat tumbuh subur, dan kegiatan PTK mungkin
akan menjadi kegiatan rutin bagi guru.
4.
PTK
mempersyaratkan keterbukaan dari semua staf sekolah untuk membahas masalah yang
dihadapi tanpa rasa khawatir akan dicemoohkan. Diskusi dengan teman sejawat
tentang masalah yang dihadapi dan kemudian setiap staf menganggap masalah yang
dibahas merupakan masalah bersama, merupakan kondisi yang dipersyaratkan untuk
berkembangnya PTK di sekolah.
5.
Sikap kepala
sekolah dan staf administrasi harus menunjang terjadinya pembaruan. Sikap
negatif yang ditunjukkan meskipun hanya selintas akan merusak iklim inovasi
yang sedang tumbuh.
6.
Guru dan siswa
harus mempunyai rasa percaya diri yang tinggi bahwa mereka sedang melakukan
satu pembaruan yang didukung oleh kepala sekolah dan juga orang tua.
7.
Guru harus siap
menghadapi berbagai konflik karena yang biasanya mendapat perhatian lebih
daripada yang lama yang sudah diakrabi setiap hari. Hal ini perlu untuk
menghindari munculnya kecemburuan sosial (Mudiartana, 2011).
Itulah sejumlah kondisi atau persyaratan yang
mengitari PTK. Jika kita kaji secara cermat, ternyata PTK memang menuntut satu
kondisi yang kondusif agar semuanya dapat berlangsung dengan baik, dan
pembaruan yang muncul dapat dilembagakan. Lebih-lebih di Indonesia yang baru
saja menggalakkan PTK, kondisi yang kurang kondusif pasti banyak ditemukan.
Namun, guru hendaknya berusaha agar kondisi yang dipersyaratkan PTK dapat
terwujud. Ini bukan pekerjaan yang mudah karena guru harus berhadapan dengan
berbagai kendala, baik yang bersifat formal maupun informal.
B. Subjek
Penelitian
Pada penelitian ini peneliti mengambil subyek yaitu siswa kelas X-1 pada MAN
2 Kota Bima Semester ganjil tahun pelajaran 2011-2012.
C.
Metode Pengumpulan Data
1.
Tes (tes awal
dan tes akhir)
Pemberian tes dimaksudkan untuk mengukur
seberapa jauh kemampuan yang diperoleh siswa setelah kegiatan pembelajaran
tindakan. Tes ini diberikan pada awal penelitian untuk mengidentifikasi
kekurangan atau kelemahan siswa dalam pembelajaran sosiologi pada Kompetensi
Dasar mendiskripsikan
proses interaksi sosial sebagai dasar perkembangan pola keteraturan dan
dinamika kehidupan sosial. Selain
itu tes ini dilakukan di setiap akhir siklus untuk mengetahui peningkatan hasil
belajar siswa.
2.
Pedoman
Wawancara
Wawancara
adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya
jawab sambil bertatap muka antara si penanya atau pewawancara dengan si
penjawab atau responden dengan menggunakan alat atau panduan wawancara (M.
Nasir, 1998: 234).
Sedangkan
wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara yang
terstruktur, yaitu wawancara yang pewawancaranya menetapkan sendiri masalah dan
pertanyaan yang diajukan (M. Nasir, 1998: 138).
Wawancara
dengan guru sebagai subyeknya digunakan untuk mengetahui karakteristik siswa,
kondisi belajar, keaktifan dalam proses pembelajaran, serta metode pembelajaran
yang selama ini digunakan guru untuk mengajar siswa kelas X-1 MAN 2 Kota Bima,
serta wawancara digunakan untuk mengetahui dari sebagian subyek secara langsung
dengan menanyakan pada setiap individu dalam kelas untuk mengetahui apakah
dengan diterapkan pembelajaran dengan menggunakan metode inkuiri dapat
meningkatkan hasil belajar.
3.
Pedoman
Observasi
Metode observasi merupakan suatu usaha sadar untuk mengumpulkan data yang
dilakukan secara sistematis dengan prosedur yang standar Suharsimi Arikunto
(2002: 225).
Observasi dilakukan untuk mengamati pelaksanaan pembelajaran yang dikemas
dalam metode pembelajaran dengan menggunakan metode inkuiri, proses belajar
yang terjadi antar siswa yang meliputi motivasi, sikap dan kerja sama siswa.
Observasi yang diambil dalam penelitian ini adalah observasi langsung yakni
dengan mengambil data secara langsung pada saat pembelajaran dalam kelas
berlangsung. Data yang di peroleh dari observasi ini kemudian dicatat langsung
pada format observasi yang telah tersedia.
D.
Evaluasi
Hasil Belajar
Data yang telah diperoleh dilapangan akan diukur oleh peneliti dengan
membandingkan hasil evaluasi pembelajaran setiap siklus. Evaluasi adalah suatu
alat untuk menentukan apakah tujuan pendidikan dan apakah proses dalam pengembangan
ilmu telah berada dijalan yang diharapkan Suharsimi Arikunto (1986: 160).
Untuk mengukur hasil belajar mata pelajaran sosiologi pada pokok bahasan
interaksi sosial dalam penelitian ini data yang dikumpulkan adalah sebagai
berikut:
a) Kemampuan
awal mata pelajaran sosiologi siswa diambil dari nilai hasil semester ganjil
yaitu Daftar Nilai Siswa (DNS) dari segi kognitif untuk pembentukan
kelompok-kelompok siswa.
b) Aktifitas
belajar siswa selama pembelajaran sosiologi dengan menggunakan metode inkuiri
berlangsung.
c) Data
hasil belajar sosiologi siswa pada pokok bahasan interaksi sosial yang diambil
setelah siswa mendapat perlakuan yaitu pembelajaran dengan menggunakan metode
inkuiri.
E. Instrumen
Penelitian
Instrumen penelitian adalah cara-cara yang dapat digunakan oleh peneliti
untuk mengumpulkan data. “Cara” menunjuk pada sesuatu yang abstrak, tidak dapat
diwujudkan dalam benda hanya dapat di pertontonkan penggunaanya (Arikunto,
2005: 100).
Alat ukur dalam melakukan penelitian biasanya dinamakan instrumen penelitian.
Instrumen penelitian adalah untuk memperoleh data. Jadi instrumen penelitian
adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur fenomena alam atau sosial yang
diamati. Instrumen yang digunakan dalam pengambilan data dalam penelitian ini
terdiri dari soal tes, pedoman wawancara dan lembar observasi.
E.1.
Tes
Instrumen tes pada penelitian ini
berupa seperangkat alat evaluasi yang berbentuk soal pre-test (tes kemampuan awal) dan soal post-test (tes kemampuan akhir), disajikan dalam bentuk essay.
Jenis soal uraian yang digunakan adalah jenis pertanyaan terstruktur mata
pelajaran sosiologi pada pokok bahasan interaksi sosial.
Tes Hasil Tindakan Siklus I
Nama :……………………………. No :……………
Kelas :…………………………….
1.
Jelaskan pengertian interaksi sosial?
2.
Apakah yang dimaksud dengan kontak
sosial dan komunikasi?
3.
Coba anda jelaskan 3 tahap penting dalam
komunikasi!
4.
Menurut Herbert Blumer ada tiga pokok
pikiran interaksi simbolik. Jelaskan!
5.
Jelaskan pengertian dari imitasi, sugesti,
dan identifikasi!
E.2.
Pedoman wawancara
Daftar
Pertanyaan Wawancara Tentang Penerapan Pendekatan Inkuiri
Nama Peneliti : Adi Setiawan
Sekolah : MAN 2 Kota Bima
Hari/
Tanggal : …………………………
1.
Berapa jam Ibu mengajar materi sosiologi
dalam 1 minggu
?
2.
Strategi dan metode apa yang selama ini
digunakan dalam pembelajaran Sosiologi ?
3.
Apa saja buku panduan yang digunakan
dalam pembelajaran sosiologi kelas X?
4.
Media apa saja yang digunakan dalam
pembelajaran Sosiologi?
5.
Bagaimana sistem evaluasi yang digunakan
dalam pembelajaran Sosiologi kelas X?
6.
Apakah ibu pernah menggunakan metode
pembelajaran dengan metode inkuiri?
7.
Jika pernah, apakah penggunaan metode
pembelajaran inkuiri disekolah ini efektif? alasannya?
8.
Sarana apa yang menunjang untuk
keefektifan penggunaan metode pembelajaran inkuiri ini?
9.
Apa faktor penghambat penggunaan metode
pembelajaran inkuiri?
Pewawancara
Adi
Setiawan
NPM.
07.2.02.0212
F.
Tehnik Analisis
Data
Analisis data merupakan proses
menyeleksi, menyederhanakan, mengorganisasikan data secara sistematis dan
rasional sesuai dengan tujuan penelitian. Kemudian mendeskripsikan data hasil
penelitian tersebut dengan menggunakan tabel sebagai alat bantu untuk
memudahkan dalam menginterhasilkan. Untuk selanjutnya, data hasil penelitian
pada masing-masing tabel tersebut diinterhasilkan (pengambilan makna) dalam
bentuk naratif (uraian) dan dilakukan penyimpulan.
Pada dasarnya analisis data menurut
Matthew B Milles dan Michael Huberman (1996: 16) dilakukan melalui tiga tahap,
yaitu sebagai berikut:
1) Paparan
data adalah proses penyajian data secara lebih sederhana dalam bentuk tabel
untuk diinterhasilkan dalam bentuk naratif.
2) Pengolahan
data adalah proses penyederhanaan data hasil penelitian yang dilakukan melalui
proses pengelompokkan data sesuai dengan tujuan penelitian dan perhitungan data
mentah menjadi informasi yang bermakna.
3) Penyimpulan
adalah proses pengambilan intisari dari keseluruhan paparan dan penyajian data
yang telah dideskripsikan untuk diformulasikan dalam bentuk kalimat yang
singkat dan sebagai jawaban terhadap tujuan penelitian.
Data
atau informasi yang dikumpulkan kemudian dianalisis dalam panelititan ini,
yaitu data atau informasi khususnya tentang pelaksanaan pembelajaran sosiologi
dengan metode inkuiri dalam memahami permasalahan interaksi sosial kelas X
semester II, dan hasil belajar siswa dengan penerapan metode inkuiri.
1.
Pengertian Skor dan Nilai
Skor dalam
sistem pendidikan merupakan data mentah dalam bentuk bilangan yang menunjukkan
nilai dari suatu butir soal dalam tes maupun nilai dari suatu objek yang
diamati. Mengingat skor masih merupakan data mentah, maka perlu diolah supaya
dapat dinterhasilkan lebih lanjut menjadi nilai, sehingga dapat ditentukan
kualitas mengenai objek yang dinilai. Nilai yang dimaksud dapat berupa bilangan
atau dapat pula berupa huruf. Berdasarkan nilai ini diinterhasilkan dengan
mengacu atau berpedoman pada standar atau kriteria kualifikasi yang ditetapkan.
2.
Pemberian Skor
Untuk
menghidari unsur subjektif dalam penilaian pelaksanaan tindakan, maka guru
bersama peneliti membuat rambu-rambu penilaian, sebagai berikut:
a) Standar skor penilaian observasi
Standar skor penilaian tersebut
dipergunakan untuk memberikan nilai terhadap objek yang diamati yaitu:
Tabel
3.1 Kriteria Penilaian
Kategori
|
Bobot Skor
|
Sangat sesuai dan
tepat
|
4
|
Cukup
sesuai dan cukup tepat
|
3
|
Kurang
sesuai dan kurang tepat
|
2
|
Tidak
sesuai dan tidak tepat
|
1
|
b) Standar skor penilaian tes
Standar skor penilaian ini adalah
untuk memberikan bobot skor terhadap hasil post-tes. Adapun standar skor
penilaian yang dipergunakan, disajikan pada table berikut:
Tabel 3.2
Tabel untuk skor penilaian terhadap jawaban
Jawaban Soal
|
Bobot Skor
|
Benar
|
20
|
Salah
|
0
|
3.
Pengolahan Skor
Pengolahan
skor merupakan kegiatan dalam proses analisis data dari pelaksanaan tindakan
untuk menentukan kualifikasi penilaian (mengubah skor mentah menjadi skor)
sebagai hasil evaluasi. Ada dua kegiatan pengolahan skor yang dilakukan dalam
hal ini, yaitu:
a)
Pengolahan skor hasil observasi
Data
penelitian berupa skor hasil observasi ini adalah skor yang diperoleh dari
pengamatan yang dilakukan oleh peneliti bersama guru terhadap pelaksanaan
proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru dan kegiatan siswa melalui metode
inkuiri.
Untuk
menentukan nilai tersebut menggunakan rumus sesuai dengan pedoman penilaian
hasil belajar di sesuaikan dengan kurikulum KTSP (Departemen Pendidikan
Nasional, 2007: 25) yaitu:
N=
Keterangan :
N : Nilai yang diperoleh
siswa
Skor
perolehan : Skor yang diperoleh siswa
dari sejumlah jawaban yang benar
Skor
Maksimal : Jumlah skor keseluruhan dari
indokator yang telah ditetapkan
b)
Pengolahan skor hasil tes
Pengolahan skor hasil post-tes
adalah hasil tes akhir pembelajaran. Untuk menentukan nilai siswa dari hasil
tes tersebut adalah didasarkan pada pencapaian skor dalam tes dibagi dengan
jumlah skor maksimal yang diharapkan. Rumus yang digunakan adalah sebagai
berikut:
N=
Keterangan:
Keterangan:
N : Nilai yang diperoleh
siswa
Skor perolehan: Skor
yang diperoleh siswa dari sejumlah jawaban yang benar
Skor Maksimal: Jumlah
skor keseluruhan dari indokator yang telah ditetapkan
4.
Interpretasi Hasil Penelitian
Interpretasi
penelitian ini dilakukan untuk menentukan taraf hasil belajar siswa dalam
pembelajaran sosiologi pada pokok bahasan interaksi sosial. Interpretasi hasil
penelitian tersebut dilakukan dengan mengacu pada hasil penilaian proses
kegiatan pembelajaran dan hasil penilaian terakhir pembelajaran dengan
menggunakan prosentase. Dengan menggunakan prosentase memudahkan bagi peneliti
bersama dengan guru dalam menginterpretasikan hasil penilaian tersebut.
Untuk
itu rumus yang dipergunakan dalam menentukan penilaian hasil belajar siswa
secara prosentase adalah:
P=
Keterangan:
P = Prosentase
F = Frekuensi /
skor mentah yang dicari prosentasenya
N = Jumlah frekuensi
(banyaknya individu) Wardhani (2006)
Prosentase yang diperoleh melalui
penghitungan tersebut, kemudian diinterhasilkan dengan menggunakan standar atau
kriteria penilaian untuk menetapakan kualitas atau kualifikasi kemampuan siswa
dalam proses pembelajaran dan hasil belajar.
Adapun
standar kualitas yang dimaksud adalah standar kualitas pencapaian keberhasilan
hasil belajar siswa.
Tabel 3.3
Standar Kualitas Pencapaian Keberhasilan
Taraf penguasaan kemampuan (dalam %)
|
Kualitas
|
Kategori Nilai
|
84 – 100
|
Sangat Baik
|
A
|
67 – 83
|
Baik
|
B
|
50 – 66
|
Cukup Baik
|
C
|
0
- 49
|
Kurang
|
D
|
Setelah menginterhasilkan hasil penilaian mengenai pencapaian
keberhasilan hasil belajar siswa tersebut, maka dilakukan penyimpulan mengenai
peningkatan hasil belajar siswa tersebut dengan mengacu pada tujuan penelitian ini
yaitu peningkatan hasil belajar siswa dengan menggunakan metode inkuiri.
G.
Kriteria Ketuntasan
Untuk merencanakan tindakan dari siklus I ke siklus berikutnya dalam
penelitian ini, peneliti memperhatikan kriteria ketuntasan belajar yaitu sesuai
dengan KTSP bahwa ketuntasan minimal yang ideal untuk siswa adalah 70% dan
ketuntasan untuk kelas yang ditetapkan oleh guru adalah 80%. Dengan adanya
kriteria ketuntasan itu, diharapkan hasil belajar yang diperoleh siswa dapat
melebihi dari kriteria yang ditetapkan.
H. Prosedur Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan rencana tindakan 3 siklus, siklus I dan siklus II
sebanyak empat kali pertemuan. Dimana masing-masing siklus terdiri dari tahapan
sebagai berikut :
1. Perencanaan
(Planning)
Yang berisi tentang kegiatan perumusan masalah, tujuan
penelitian dan rencana tindakan yang akan dilaksanakan.
2. Pelaksanaan
(Action)
Peneliti melaksanakan kegiatan pembelajaran sesuai jadwal
secara alami dengan pendekatan inkuiri
3.
Pengamatan (Observation)
Peneliti melakukan pengamatan beserta kolaborator dengan
dasar dari data dan diperoleh melalui catatan dan ditemukan dilapangan.
4. Refleksi
Melaksanakan analisis hasil, jika hasil tes pada siklus
pertama masih ditemukan ketidak sesuaian maka dilakukan siklus berikutnya.
Adapun interval waktu antara pelaksanaan siklus pertama dan
siklus kedua adalah 1 minggu, mengingat adanya pembatasan waktu dalam melakukan
penelitian ini. Untuk lebih rincinya pelaksanaan 2 siklus ini sebagai berikut :
Siklus I
Siklus I berlangsung selama 2 kali
pertemuan, 1 kali pertemuan digunakan sebagai proses pembelajaran dan 1 kali
pertemuan untuk melakukan tes terhadap hasil kegiatan siklus pertama.
1. Tahap Perencanaan
Adapun tahap yang
dilakukan dalam tahap perencanaan adalah sebagai berikut :
a.
Telaah kurikulum MAN 2 Kota Bima
b.
Menyiapkan materi diskusi untuk didiskusikan oleh siswa
c.
Membuat lembat observasi sebagai pegangan siswa untuk
mengukur kemampuan siswa selama kegiatan belajar mengajar berlangsung
d.
Kelas dibagi menjadi 2 kelompok besar sehingga
masing-masing kelompok terdiri dari 20 siswa.
e.
Masing-masing kelompok ditunjuk 1 siswa untuk menjadi
moderator dan 1 sekretaris.
f.
Sisanya ada 18 siswa dibagi menjadi 6 kelompok kecil,
sehingga masing-masing kelompok terdiri dari 3 siswa.
g.
Menjelaskan kepada siswa tata cara pembelajaran yang
baik dalam melakukan diskusi, kemudian siswa akan berkembang sendiri dengan
diawasi yang dilakukan oleh peneliti.
2. Tahap Pelaksanaan Tindakan
Melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan Penerapan Pendekatan Inkuiri
melatih siswa dengan memerintahkan 1 kelompok besar sebagai pelaksana sedangkan 1 kelompok besar lainnya menjadi
pendengar aktif. Dengan demikian pada tahap ini pendidik memperhatikan proses
pembelajaran siswa berjalan dengan langkah-langkah sebagai berikut :
a.
Pada awal tatap
muka, untuk melaksanakan pendekatan inkuiri dengan konsep diskusi diperlukan
alat pendukung berupa peraturan belajar yang harus dipatuhi dan dilaksanakan
oleh siswa di kelas tanpa mengikat kebebasan pada siswa dalam melakukan
kegiatan pembelajaran setiap kelompok. Maka sebelum melakukan penelitian siswa
dan guru membuat peraturan dan disetujui oleh kedua belah pihak yaitu semacam
kesepakatan tentang bagaimana harus bersikap selama melakukan diskusi bersama
kelompoknya masing-masing. Hal ini sangat penting karena dengan melibatkan
siswa dalam membuat peraturan mereka merasa ikut terlibat dalam memecahkan masalah
mereka tanpa memikirkan beban terhadap peraturan tersebut. Sebelum langkah-langkah
tersebut dilaksanakan secara bersama selama melaksanakan pelajaran sosiologi
terlebih dahulu dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:
1.
Selalu membawa perlengkapan kegiatan belajar mengajar
2.
Selalu tanggap dan bertangung jawab terhadap tugas
3.
Belajar dengan sungguh-sungguh
4.
Selalu berusaha menyelesaikan tugas kelompok yang di berikan
5.
Tidak menyia-nyiakan waktu
6.
Tidak mengobrol hal-hal yang tidak pentig
selain materi pelajar kelompok.
7.
Berusaha menjawab masalah yang ditanyakan oleh kelompok lain
8.
Saling memberi dukungan antar teman sesama kelompok
9.
Memeriksa kembali tugas kelompok yang di berikan
10. Setiap
mengerjakan tugas kelompok selalu berusaha mendapatkan hasil yang lebih baik
b.
Siswa di berikan materi kelompok yang sesuai dengan pembelajaran pada pertemuan yang bersangkutan dengan materi kelompok dan di berikan pada saat
belajar kelompok siswa di berikan penjelasan terhadap materi dan di diskusikan
dalam kelompok
Siswa juga di
minta mengisi materi hasil kerja kelompok pada lembar yang telah disediakan.kemudian mencatat hasil kesulitan yang didapatkan dalam diskusi kelompok
c.
Siswa di berikan tugas untuk diselesaikan pada materi yang diskusikan dalam kelompok
d.
Dalam proses belajar kelompok berlangsung setiap siswa
di awasi dan di arahkan serta diberikan bimbingan secara langsung kepada
kelompok yang mengalami kesulitan
e.
Lembar jawaban dari tiap kelompok di periksa kemudian
di kembalikan pada kelompok masing-masing
f.
Guru melakukan penilaian terhadap hasil pelaksanaan
simulasi secara individual
g.
Guru menyimpulkan dan memberi penguatan
3.
Tahap Evaluasi
Tahap evaluasi ini di lakukan oleh peneliti pada saat akhir pelajaran yang diberikan kepada siswa setelah semua materi yang diajarkan
oleh guru atau peneliti untuk siklus pertama maka peneliti memberikan tes hasil
dengan memperhatikan skor yang
didapatkan oleh siswa, dari hasil tes tersebut peneliti bisa melihat
perkembangan yang dihasilkan oleh siswa setelah metode inkuiri diterapkan dalam
proses belajar mengajar.
4.
Tahap Refleksi
Pada tahap refleksi ini peneliti
memperhatikan setiap hal yang diperoleh melalui lembar observasi, kemudian
menilai dan mempelajari
perkembangan hasil diskusi siswa pada siklus pertama dari kedua hasil tersebut
selanjutnya dijadikan sabagi bahan acuan bagi peneliti untuk merencanakan
kegiatan perbaikan dan penyempurnaan pada siklus selanjutnya sehingga hasil yang
dihasilkan lebih baik dari sebelumnya.
Siklus II
Pada dasarnya kegiatan yang dilakukan pada siklus 2 adalah pengulangan kembali tahap-tahap yang dilakukan dari siklus sebelumnya di samping
itu di lakukan sejumlah rencana-rencana baru untuk memperbaiki
kekurangan-kekurangan yang dialami pada
siklus pertama dan mencoba merancang system yang baru sesuai
dengan pengalaman dan hasil yang di peroleh dari siklus pertama.
Pada siklus kedua berlangsung 2 kali pertemuan.
Siklus III
Siklus III dilakukan dengan asumsi
bahwa hasil pada kegiatan siklus II belum mencapai target atau dalam kegiatan
pembelajaran masih terdapat kelemahan berkaitan dengan partisipasi siswa dalam
proses KBM. Langkah-langkah pada siklus III sama dengan langkah-langkah yang
dilaksanakan pada siklus I dan II.
I.
Rancangan Penyajian Keabsahan
Data
Keabsahan
data adalah kegiatan yang dilakukan agar hasil penelitian dapat
dipertanggungjawabkan dari segala sisi. Keabsahan data dalam penelitian
ini meliputi uji validitas data dan
reliabilitas data. Menurut (Anderson dalam Arikunto 2009: 87) menyatakan bahwa
persyaratan tes yang baik ada dua, yaitu validitas dan reliabilitas. Validitas
sangat penting untuk mendukung sebuah tes diakatakan baik dan reabilitas
merupakan syarat perlu bagi sebuah tes. Reliabilitas sebuah tes sangat
mendukung terbentuknya validitas pada soal yang digunakan. Sebuah tes mungkin
reliabel tai tidak valid, tetapi sebuah tes yang valid biasanya reliabel.
1.
Validitas data
Validitas menunjukan ketepatan pengumpulan
data, atau data yang dikumpulkan benar-benar yang ingin diperoleh oleh
peneliti. Validitas pengumpulan data kualitatif
meliputi 2 hal yaitu: keterpercayaan dan keterpahaman. Keterpercayaan
data dalam penelitian kualitatif, menurut (Guba, 1981) ditandai oleh
karakteristik sebagai berikut :
a)
Kredibilitas,
kemampuan peneliti memahami dan mengumpulkan data dari situasi yang kompleks
dan mengungkap pola-pola yang sukar dijelaskan. Ini bisa dicapai melalui:
penelitian yang relatif sama, observasi yang berulang-ulang, bekerja dalam tim,
mengadakan triangulasi, pengumpulan dokumen-dokumen, melakukan pengecekan pada
partisipasi lain, melakukan penyempurnaan, melakukan pembandingan-pembandingan.
b)
Transferabilitas,
penelitian kualitatif tidak menghasilkan generalisasi, tetapi sampai sejauh
mana, temuan-temuan penelitian ini dapat pada situasi lain. Ini dapat dilakukan
dengan penemuan data yang rinci, sehingga memungkinkan diperbandingkan antara
satu konteks dengan konteks lainnya, dan melalui pembuatan deskripsi tentang
konteks yang mendetail sehingga bisa dilakukan penilain kecocokannya pada
konteks lain.
c)
Keabsahan,
menunjukkan bahwa data yang diperoleh adalah benar, dicek kebeberapa pihak
hasinya sama. Keabsahan data diperoleh melalui triangulasi dan member chek.
d)
Konformabilitas,
menunjukan data yang diperoleh adalah netral atau, menggambarkan keadaan
sebenarnya, bukan rekaan.
2.
Reliabilitas
data
Reliabilitas menunjukan keajegan, ketepatan
data yang diperoleh, pengumpulan data yang diperoleh dengan jujur,
sungguh-sungguh dan diteliti akan menghasilkan data yang ajeng. Sebaliknya data
yang dikumpulkan dengan ceroboh, tidak sungguh-sungguh akan menghasilkan data
yang berubah-ubah. Data yang demikian sudah tentu merupakan sampah.
CERITA KISAH SUKSES SAYA SAAT PROSES PENGURUSAN DANA BANTUAN DARI KEMENDIKBUD PUSAT JAKARTA
BalasHapusAssalamualaikum sebelum'nya perkenal'kan nama saya drs manire kepala sekolah SD Nrgeri 30 Ambon NPSN 601002080 alamat jl sultan babullah kel.silale kec. Nusaniwe kota ambon prov.Maluku, mohon maaf sebelum'nya saya ingin berbagi cerita kepada jajaran kepala sekolah yang lain mengenai perjuangan pembangunan sekolah saya, alhamdulillah sekolah saya sekarang sudah sementara renovasi, pembangunan dan melengkapi isi ruang perpustakaan berkat dana bantuan dari pusat, mulah'nya saya sangat sedih melihat kondisi sekolah saya dan saya pun beberapa kali mengirim berkas proposal ke pemerintah setempat namun tidak ada sama sekali respon dari pemerintah setempat, tapi saya tidak pernah menyerah dalam menghadapi masalah ini dan setiap ibadah aku selalu memohon doa dan petunjuk, alhamdulillah suatu hari itu saya ke dinas pendidikan provensi untuk meminta perhatian kepada kepala dinas, namun kadis prov tidak ada respon juga, alhamdulillah ada salah satu krabat saya yang kebetulan dinas di depdiknas ambon maluku, krabat saya memberikan arahan untuk melapor'kan hal ini ke pusat mendiknas jakarta dan beliau pun juga memberikan nomor ponsel/hp= 082312345305 kepala biro umum bpk DR.SUTANTO S.H.,M. A. beliau menjabat di kemendiknas pusat jakarta, setelah satu minggu kemudian saya memberikan diri menghubungi beliau dan meminta bantuan dalam masalah sekolah saya dan waktu itu saya sempat curhat masalah kondisi sekolah saya dan alhamdulillah beliau ada respon memberikan arahan untuk mempersiapan proposal untuk di kirim ke pusat, alhamdulillah setelah proposal saya tiba di jakarta beliau menghubungi saya untuk menutupi segera pos pos adimistrasi pengurusan berkas'nya, setelah saya ikuti arahan beliau satu minggu kemudian saya mendapat tlp dari beliau dan beliau menyampai'kan bahwa dana'nya sudah masuk ke rekening sekolah, waktu itu saya langsun ke bank BPD kota ambon untuk cek rekening sekolah dan setelah saya serah'kan buku rekening tabungan kepada teller bank dan teller bank menyampaikan dana sudah masuk senilai 250.000.000,00 alhamdulillah saat itu saya tidak sadar'kan diri sujud di depan teller bank, alhamdulillah kini sekolah saya sudah sementara proses pembangunan berkat bantuan bpk DR.SUTANTO S.H.,M.A. beliau selaku kepala biro umum di kemendiknas pusat jakarta, terima kasih kepada bpk dr sutanto moga sukses selalu dan di beri umur panjang amin.